Wikipedia

Hasil penelusuran

Kamis, 29 September 2016

MENANAM KEBAJIKAN DENGAN TEPAT DI BULAN KATHINA



Pusdiklat Sikkhadama Sriwijaya merupakan sebuah tempat pelatihan dan pendidikan agama buddha yang bernaung dibawah binaan Sangha Theravada Indonesia (STI). Selain mengadakan kegiatan ritual keagamaan, Pusdiklat Sikkhadama Sriwijaya juga turut aktif memberikan pelatihan meditasi, seminar-seminar buddhis, bakti sosial, hingga penerbitan majalah buddhis di kota Palembang.

Pada tahun ini, Pusdiklat Sikkhadama Sriwijaya kembali mengadakan Kathina Dana dengan tujuan mengajak umat buddha sekalian menanam jasa kebajikan dengan memberikan persembahan kepada yang patut diberi. Dana Kathina memiliki nilai spritual lebih tinggi dari pada dana yang diberikan kepada sangha di hari-hari biasa, karena dalam dana Kathina persembahan diberikan kepada bhikkhu yang telah berlatih membina diri secara intensif. Memberikan dana kepada mereka yang telah membina diri dalam kemoralan memiliki pahala yang lebih tinggi dari dana yang diberikan kepada mereka yang tidak membina diri dalam kemoralan.

Kathina Dana 2560 TB / Tahun 2016 ini akan dihadiri oleh 7 Bhikkhu dan 2 Samanera Sangha Theravada Indonesia, yaitu :

1. Y.M. Bhikkhu Dhammavijayo Mahathera
2. Y.M. Bhikkhu Atimedho Mahathera
3. Y.M. Bhikkhu Cittagutto Mahathera
4. Y.M. Bhikkhu Guttadhammo Thera
5. Y.M. Bhikkhu Indaguno Thera
6. Y.M. Bhikkhu Vipulasilo
7. Y.M. Bhikkhu Ratanaviro
8. Samanera (2 orang)


Kathina Dana pada tahun ini akan diadakan pada :
Hari : Senin, 17 Oktober 2016
Pukul : 18.00 - 21.00 WIB
Tempat : PUSDIKLAT SIKKHADAMA SRIWIJAYA
              Jl. Mayor Ruslan no. 843A/1937, Kel. 20 ilir
                 Ilir Timur I, Palembang 30126


SUSUNAN ACARA :
18.00 - 19.00   : Makan malam bersama & Penukaran paket kathina
19.00 -21.00 : Puja Bakti & Kathinadana


PAKET KATHINA :
- Paket Lengkap            : Rp1.000.000,-
- Paket Jubah                : Rp   300.000,-
- Paket Perlengkapan    : Rp   250.000,-
- Paket Makanan           : Rp   200.000,-
- Paket Obat-obatan      : Rp   150.000,-

Pemesanan paket Kathina dapat langsung mendatangi Pusdiklat Sikkhadama Sriwijaya atau melalui transfer di no. rekening:

151-058-0598 
a/n Lie Sak Hoat & Sendhy.

Untuk pemesanan paket dan konfirmasi dapat menghubungi :

- Tjandranata : 0812 7111 036
- Sendik : 0878 6220 0861
- Meta : 0821 8268 4774



SEJARAH KATHINA

Pada suatu ketika Sang Buddha berdiam di Vihara Jetavana di kota Sravasti, maka kabar itu tersebarlah kepada sejumlah Bhikshu Aranyaka (dalam naskah Pali dikatakan jumlah bhikshu tersebut 30 orang) dari berbagai tempat pertapaan dan jurusan hutan Pateyya, dan semuanya adalah Arya Sangha. Mereka meninggalkan tempat mereka menuju ke kota Sravasti dengan maksud menghaturkan hormat kepada Sang Buddha.

Mereka berjumpa satu sama lainnya secara kebetulan di jalan dekat kota Saketa yang letaknya kira-kira 60 mil dari Sravasti. Ketika para Bhikshu tersebut tiba di kota Saketa, Bhansa-kala sudah dimulai. Maka terpaksa mereka berdiam di kota Saketa selama lebih kurang 90 hari sesuai dengan peraturan pertapaan yang berlaku.

Setelah 90 hari pengunduran diri itu, hujan tidak henti-hentinya turun dengan derasnya, sehingga tanah dan jalan-jalan tergenang air serta lumpur. Tetapi oleh karena para Bhikshu itu berkeras hendak berangkat selekas mungkin ke kota Sravasti demi menghaturkan sembah sujud mereka kepada Sang Buddha, maka berangkatlah mereka walaupun hujan turun dengan derasnya.

Setiba di Sravasti mereka langsung menuju ke Vihara Jetavana dan menjatuhkan diri mereka memberikan sujud kepada Sang Buddha. Sang Buddha melihat bahwa mereka masih basah kuyub dari kepala hingga jari kaki, pakaian mereka basah dan penuh lumpur. Sang Buddha menanyakan pada mereka apa yang telah terjadi, dan mereka pun menceritakan seluruh kejadian itu.

Sang Buddha setelah mendengar kebhaktian dan pengabdian mereka, memberikan ijin untuk segera menukar pakaian/jubah mereka yang basah kuyub itu. Kemudian Sang Buddha mengeluarkan perintah Kathina agar para anggota Sangha mendapatkan satu pakaian baru setahun sekali setelah kesukaran pada para Bhikshu Aranyaka yang tinggal di hutan.

BERDANA DI BULAN KATHINA

Oleh: Yang Mulia Bhikkhu Candakaro


Memberikan dana dengan penuh keyakinan, hendaknya Sila selalu dilaksanakan, rajin melatih Samadhi, maka ia akan dapat terlahir di alam Surga.
Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari hubungan antar sesama, ia masih membutuhkan bantuan atau dukungan dan dorongan dari pihak lain. Demikian pula umat mempunyai hubungan yang sangat erat terhadap para Bhikkhu, salah satunya adalah menyokong kebutuhannya, (Sigalovada Sutta, Diggha nikaya III, 31).
Apakah kebutuhan para Bhikkhu itu? Mengenai hal ini adalah empat macam kebutuhan pokok, yaitu: Sandang, pakaian (jubah), makanan, tempat tinggal dan obat-obatan, itu adalah kebutuhan yang pokok. Oleh karena itu para umat Buddha menyokongnya dengan cara berdana, seperti halnya pada hari Kathina. Setelah masa Vassa (berdiam di satu tempat selama tiga bulan pada musim hujan) selesai, ada hari yang disebut: Pavarana (mengundang) tiga bulan setelah Vassa pada bulan purnama, para Bhikkhu mengakhiri Vassa dengan mengadakan Pavarana bersama-sama, yaitu: saling mengundang Bhikkhu yang satu dengan yang lainnya untuk memberikan nasehat atau memberi maaf, barangkali ada kesalahan. Kemudian ada hari yang disebut: Berdana Kathina di dalam Ajaran Sang Buddha.
Ada beberapa pengertian tentang yang disebut berdana Kathina dengan sempurna, yaitu:
  1. Di Vihara itu minimal ada 5 orang Bhikkhu yang berVassa.
  2. Kelima orang Bhikkhu itu harus memasuki masa Vassa yang sama.
  3. Harus menyelesaikan masa Vassa pada waktu yang sama dan sempurna.
  4. Kathina itu harus diselenggarakan di Uposathagara.
  5. Pada upacara itu, kelima orang Bhikkhu yang berVassa di vihara itu menerima persembahan Kathina dusam (kain pembuat jubah Kathina) yang dipersembahkan oleh umat.
  6. Kelima orang Bhikkhu itu kemudian serentak membuat sangha kamma, memutuskan siapakah Bhikkhu yang berhak menerima jubah Kathina pada waktu itu.
Keputusan itu ditempuh dengan suatu cara prosedur yang demokratis. Seorang atau beberapa orang Bhikkhu mengajukan usul, bhikkhu yang lain memperkuat dan yang lain menyetujui. Dan akhirnya jubah Kathina itu diserahkan kepada Bhikkhu yang berhak untuk menerima. Bahan jubah itu harus dipotong, dijahit, dicelup pada hari itu juga dan sebelum fajar menyingsing, jubah harus sudah siap dan diserahkan kepada bhikkhu yang berhak. Inilah yang disebut Jubah Kathina, inilah Kathina puja yang sesungguhnya.
Demikianlah yang dijelaskan oleh Sang Buddha, betapa besar manfaat bagi seseorang yang bisa mempersembahkan Kathina dana, sebab Kathina dana tak dapat dipersembahkan setiap saat.
Kathina dana hanya bisa dipersembahkan di suatu vihara dan hanya berhak menyelenggarakan Kathina satu kali pada waktu tahun itu.
Pada upacara kathina, selain mempersembahkan jubah kepada Sangha, para umat nampaknya juga mempersembahkan empat kebutuhan pokok bagi para Bhikkhu. Banyak umat yang tidak sempat mempersiapkan empat kebutuhan pokok ini, maka umat buddha menggantikan dengan wujud uang. Kita sebagai umat buddha tentunya perlu sekali mengerti dengan benar, bagaimana cara berdana yang baik itu. Dana yang diberikan seseorang akan menjadi dana yang bermanfaat, kalau berdana dengan baik dan benar.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu:
  1. Cetana-sampada
    Kalau saudara Ingin berdana, hendaknya saudara mempunyai pikiran yang ikhlas, senang dan bahagia. Mengenai hal ini adalah:
    • Sebelum berdana merasa senang dan bahagia.
    • Pada waktu berdana merasa senang dan bahagia.
    • Sesudah berdana merasa senang dan bahagia.
    Dari ketiga hal ini, yang paling penting adalah yang ketiga, Walaupun yang kesatu dan kedua juga penting.
    Misalnya : sebelum berdana senang, waktu memberikan ikhlas, sesudahnya menyesal. Ini sangat disayangkan, karena mengurangi nilai kebaikannya. Didalam Kitab Suci dijelaskan, orang yang mempunyai kebiasaan seperti ini, waktu muda ia akan hidup makmur, kaya raya dan sejahtera. Tapi itu semua hanya bertahan separuh umur. Jaya hanya kira-kira sampai lima puluhan tahun, sesudah itu mengalami kemerosotan dan akhirnya menjadi miskin. Yang paling baik dan jasanya dapat bertahan lama adalah merasa bahagia, ikhlas, gembira dan bahagia, baik sebelum, pada saat maupun sesudah berdana.
  2. Vatthu-sampada
    Barang yang didanakan sebaiknya barang-barang yang bersih, yang didapat dari tidak melanggar Negara dan Agama dan dana ini haruslah baik, yang disebut Sami Dana. Janganlah berdana yang tak bisa dipergunakan lagi baik oleh diri sendiri maupun orang lain.
    Dana untuk para Bhikkhu, orang tua, guru, disebut: Puja Dana (dana sebagai persembahan perhormatan). Tidak sama dengan berdana untuk orang miskin, gelandangan, pegawai saudara, ini disebut: Anugaha Dana (berdana sebagai hadiah, sebagai anugerah).
  3. Puggala-sampada
    Berdana kepada siapa? Sang Buddha pernah dituduh seseorang: “Apakah benar Sang Bhagava mengajarkan bahwa berdana kepada orang tidak punya moral itu tidak ada gunanya?” Sang Buddha kemudian menjawab:“Aku tidak pernah mengatakan bahwa berdana tidak ada gunanya, meskipun orang membuang sisa-sisa dari satu panci atau mangkuk kedalam sebuah tambak atau telaga dan mengharap agar para makhluk hidup di dalamnya dapat memperoleh makanan, perbuatan inipun merupakan sumber dari kebaikan, apalagi dana yang diberikan kepada sesama manusia”.Inilah yang Tathagatha ajarkan, (Anguttaranikaya III, 57). Sang Buddha menyatakan: “Berdana kepada Sangha sangat besar jasanya”.

    Di dalam Velumakkha-Sutta disebutkan: “Berdana kepada orang yang bermoral lebih besar jasanya daripada berdana kepada orang yang tidak punya moral. Kepada Sotapanna lebih besar dari orang yang bermoral. Kepada seorang Sakadagami lebih besar dari 100 Sotapanna. Kepada seorang Anagami lebih besar dari 100 Sakadagami. Kepada seorang Arahat lebih besar dari 100 Anagami. Kepada seorang Paccekka Buddha lebih besar dari 100 Arahat. Kepada seorang Sammasam-buddha lebih besar dari 100 Paccekka Buddha. Berdana kepada Sangha lebih besar jasanya dari berdana kepada seorang Samma-sambuddha. Dana kepada Sangha tak pernah sia-sia, sekalipun sampai seratus ribu kalpa lamanya”.
    Berdana kepada sangha itu lebih besar manfaatnya, karena tidak mengenal favoritisme. Berbeda dengan berdana hanya untuk seorang bhikkhu, yang disebut: Puggala Dana (dana untuk individu). Sang Buddha juga menguraikan, masih ada yang lebih besar jasanya daripada berdana untuk Sangha, yaitu melaksanakan sila, sebagai orang awam menjalankan Pancasila lebih besar manfaatnya daripada Sangha Dana, yaitu meditasi sampai mencapai Jhana (tingkatan konsentrasi). Dan yang lebih besar lagi adalah meditasi Vipassana, karena meditasi Vipassana ini akan menumbuhkan Panna (kebijaksanaan). Dengan Panna inilah yang akan dapat membebaskan seseorang dari dukkha untuk selama-lamanya (mencapai kebebasan sempurna nibbana).
    Sang Buddha pernah menyatakan, “Siapa yang suka berdana ia akan dicintai dan disukai”. Ini manfaat yang langsung dapat dipetik pada kehidupan sekarang ini.
    Sedangkan manfaat yang dijelaskan dalam Nidhikhanda Sutta, Samyuta Nikaya I, 2: “Wajah cantik, suara merdu, kemolekkan dan kejelitaan, kekuasaan serta mempunyai banyak pengikut, semua itu dapat diperoleh dari pahala perbuatan baik, yaitu berdana”.
    Ada kalanya, orang berdana hanya karena ingin dipuji dan dicintai, supada dapat terlahir dialam surga, supaya menjadi kaya dan mempunyai kekuasaan, maka orang itu hanya akan mendapatkan itu saja. Tetapi sesungguhnya ada tujuan yang tertinggi, yaitu untuk mengurangi keserakahan, kemelekatan, kekikiran, kebencian dan untuk dapat mencapai kebebasan (kesucian batin). Maka kalau cita-citanya tinggi seperti itu, tujuan yang tengah-tengah dan bawah pasti akan tercapai juga.
    Orang yang tak suka berdana yang walaupun kecil atau sedikit, ia akan besar keserakahannya, ia akan mengumpulkan dan terus mengumpulkan, nama, kekayaan, pangkat dan pujian. Ia senang mengumpulkan, bahkan mengumpulkan problem, kesan yang tidak baik, pengalaman pahit, kemarahan, kejengkelan dan ketidaksenangan. Orang yang tidak suka berdana ia akan menderita, karena tidak suka melepas miliknya, ia akan semakin melekat, karena tidak bisa melepaskan segalanya. Padahal apa yang kita cintai, apa yang kita miliki toh akhirnya akan ditinggalkan, tidak ada sedikitpun yang dibawa ke alam sana, yang dibawa hanyalah kamma baik dan kamma buruknya. Makan tidak enak, tidur pun tak nyenyak dengan tidak melepas kesan yang buruk, problem yang berhubungan dengan sesama makhluk akan menumbuhkan kebencian dan dendam. Janganlah semua itu disimpan, dikumpulkan, tetapi buang lepaskan semuanya, maka kita akan merasa lega, tentram, damai dan bahagia.
    Hidup ini sudah banyak macam persoalan alamiah, Sang Buddha mengatakan: “Hidup yang bagaimanapun bentuknya adalah dukkha, janganlah menambah persoalan ekstra, lepaskanlah semua itu”. Dan kita bisa mulai berlatih untuk melepas dengan meningkatkan kemurahan hati dan mengurangi kekikiran juga kemelekatan dengan berdana (memberi kepada mereka yang patut menerima). Dana bukan berarti hanya berupa materiil semata: uang, makanan dan barang. Tetapi bisa juga berupa moril: nasehat-nasehat, pertolongan, dorongan, perhatian dan pemberian maaf. Kalau orang yang tidak pernah berdana, maka suatu saat kalau jasa kebaikannya habis pasti ia akan menderita, seperti contoh: Orang punya kacang lima butir, tapi kacang itu hanya dinikmati dan dimakan semuanya. Maka kacang itu habis, akan tetapi kalau misalnya kacang itu disisihkan satu atau dua butir dan ditanam diladang yang baik dan subur, maka kelak jika kacang itu berbuah akan dapat ia nikmati. Seperti halnya orang yang berdana, itu bagaikan orang menanam bibit.
    Orang berdana bagaikan menabung, yaitu menabung kamma baik yang akan bisa menolongnya dan yang akan menyelamatkannya.
    Menurut Dhamma, memberi bukan berarti berkurang, namun memberi sesungguhnya adalah bertambah (bertambah kamma baiknya). Didalam Kitab Itivutaka, 18 Sang Buddha menjelaskan: “Seandainya semua makhluk mengetahui seperti Aku (Tathagatha) mengetahui tentang manfaat berdana, mereka tidak akan menikmati semua yang mereka miliki tanpa membaginya dengan makhluk lain (yang membutuhkan), juga tidak akan membiarkan noda kekikiran mengoda dan menetap didalam batinnya. Bahkan jika apa yang mereka miliki merupakan sedikit makanan terakhir yang dipunyai, mereka tidak akan menikmati tanpa membaginya (berdana), seandainya ada makhluk lain yang sangat membutuhkannya”.
    Kita sebagai umat Buddha, mestinya harus mengerti manfaat yang paling besar dari berdana, yaitu: tidak hanya dipuji, terkenal, menjadi kaya dan terlahir di Alam Dewa. “Manfaat yang paling besar dari berdana adalah bebas dari kekotoran batin”. Kalau ada orang berdana (memberi bantuan) hanya ingin dipuji, maka itu adalah sangatlah rendah, apalagi bila keinginannya untuk dipuji itu tidak didapatkan, pasti kecewa dan menderita.
    Menurut Dhamma, kalau seseorang ingin menjadi kaya, berjuanglah dengan sungguh-sungguh, kerja keras, rajin, tekun, ulet, hemat (tidak boros), jujur dan banyak berbuat baik. Cita-cita itu pasti akan tercapai, karena itu adalah hukumnya.

    Kekayaan tidak bisa didapat hanya dengan cara memohon, berdoa dan sembahyang, namun kekayaan bisa didapat kalau orang bekerja atau berkarya menurut hukum kebenaran.

Selasa, 02 Agustus 2016

UPACARA PATTIDANA SIKKHADAMA SRIWIJAYA TAHUN 2016

Y.M. Bhikkhu Atimedho Mahathera
APA ITU PATTIDANA ?
Pattidana (Pelimpahan Jasa) adalah suatu tindakan atau ungkapan sebagai salah satu bentuk wujud rasa bakti dan hormat kita kepada orang-orang yang telah meninggal, yang mempunyai hubungan darah dengan kita, orang-orang yang telah berjasa dalam hidup kita.

MENGAPA KITA PERLU MELAKUKAN PELIMPAHAN JASA ?
Pelimpahan jasa dilakukan dengan harapan agar orang yang telah meninggal tersebut mengetahui serta merasakan perbuatan baik yang telah kita lakukan dan dengan tujuan agar mereka ikut berbahagia atas perbuatan kebajikan yang sudah kita lakukan sehingga dengan cara demikian kita akan membantu memberikan sebuah kondisi yang baik, kondisi yang membahagiakan di dalam diri mereka.

APAKAH JASA KEBAJIKAN KITA BERKURANG KARENA TELAH DILIMPAHKAN KE LELUHUR ?
Tidak. Pengertiannya adalah kita hanyalah mengabarkan, menyampaikan, dan berbagi kebahagiaan, supaya mereka juga ikut turut merasakan kebahagiaan seperti apa yang kita rasakan, dan supaya mereka turut berbahagia dengan tindakan baik kita, sehingga ketika mereka dalam kondisi berbahagia akan sangat membantu memicu semua kebajikan-kebajikan yang pernah mereka lakukan selama hidupnya di dunia. Dengan begitu, mereka akan dapat terlahir di alam-alam yang lebih baik

PELAKSANAAN UPACARA PATTIDANA TAHUN 2016
Upacara Pattidana Tahun 2016 akan dilaksanakan pada:
Hari, Tanggal : Sabtu - Minggu, 20 - 21 Agustus 2016
Waktu             : 19.00 WIB - selesai
Tempat           : PUSDIKLAT SIKKHADAMA SRIWIJAYA
Jl. Mayor Ruslan no 843A/1937, Kel. 20 ilir, Ilir Timur II Palembang

Upacara ini akan dipimpin oleh Bhikkhu Sangha Theravada Indonesia :
Y.M. Atimedho Mahathera

Jenis dana (paket) yang tersedia antara lain :

  • Paket Metta     -  Rp 1.000.000,-
  • Paket Karuna   -  Rp    500.000,-
  • Paket Mudita   -  Rp    300.000,-
  • Paket Pelita      -  Rp 100.000,-
Bagi yang ingin memasang foto leluhur di altar pattidana dapat membawa sendiri cetak foto leluhur atau mengirimkan foto leluhur ke sikkhadamasriwijaya@gmail.com untuk dicetak oleh panitia.

Pemesanan paket pattidana dapat langsung ke Sekretariat Pusdiklat Sikkhadama Sriwijaya atau melalui transfer di no. rekening BCA : 151 - 058 - 0598 atas nama Lie Sak Hoat & Sendhy.

Untuk informasi & konfirmasi pemesanan paket pattidana dapat menghubungi :
Lie Sak Hooat : 0812 73 56798
Willy               ; 0896 4660 9085
Sendik             : 0878 62200 861

Bagai sungai bila airnya penuh
dapat mengalirkan airnya ke laut
demikianpun sesajian yang diberikan
dapat menolong arwah dari sanak saudara
yang telah meninggal dunia

Tetapi bila persembahan ini dengan penuh bakti
diberikan kepada sangha atas nama mereka
dapat menolong mereka dalam waktu yang lama
dikemudian hari maupun saat ini

(Tirokudda Sutta 9 & 12)


PERLUKAH PATTIDANA ?


Na Pupphagadho Pativãtameti
Na Candanaṁ Tagaramallikã Vã
Satañ Cã Gandho Pativãtameti
Sabbã Disã sappuriso Pavãti
“Harumnya Bunga tak dapat melawan arah angin, begitu pula harumnya kayu cendana, bunga tagara & melati. Tetapi harumnya sebuah kebajikan akan dapat melawan arah angin, harumnya nama orang yg gemar melakukan kebajikan akan dapat menyebar kesegenap penjuru” (Puppha Vagga syair ; 54)

     Segala sesuatu yg berkondisi tentu pada awalnya mempunyai suatu sebab dan akibat, tak terkecuali dengan kita. Semua makhluk yg terlahir didunia ini pada dasarnya pastilah ada hubungan dan ada kaitannya dengan makhluk lain, kita bisa lahir dan ada didalam dunia ini tentu semuanya karena adanya jasa orang tua, leluhur dan sanak saudara kita. Tanpa ada mereka mungkin kita tidak akan pernah bisa berada didalam dunia ini. tanpa mereka kita tidaka apa - apa, tanpa mereka kita bukan siapa - siapa.
   Orang tua ibarat Buddha, Deva, Brahma dan guru pertama bagi anak-anaknya. Orang tua disebut Buddha, Deva atau Brahma karena mereka meneladani ketidak terbatasannya ddialam hal cinta kasih dan kasih sayang terhadap anak - anaknya. Jadi mereka merupakan salah satu makhluk yg mulia yg mempunyai “Jasa Besar” didalam kehidupan kita saat ini. Karena ada didikan dan bimbingan merekalah akhirnya kita bisa merasakan hidup yg indah saat ini.
  
  • Pattidana (Pelimpahan Jasa)
     Di dalam Buddhasasana, sebagian umat yg telah menyakini keberadaan Tiratana mungkin sudah mengetahui apa maksud dan tujuan dari Pattidana, tetapi sebagian besar juga masih tabu, masih banyak yg belum memahami arti dari Pattidana yg sesungguhnya.

Pelimpahan jasa yaitu suatu tindakan atau ungkapan sebagaimana salah satu bentuk wujud dari rasa bakti dan hormat kita ( Katannukatavedi ) kepada orang – orang yg telah meninggal, yg mempunyai hubungan dengan kita, orang - orang yang telah berjasa dalam hidup kita.

     Didalam Manggala Sutta telah dijelaskan (Pujã ca Pujaniyanaṁ Etaṁ Mangalamuttamaṁ _ Menghormat kepada yg patut yg dihormati adalah berkah utama) didalam salah satu Tipitaka juga ada diceritakan ketika Sang Buddha melakukan perjalanan dan sewaktu ditengah perjalanan beliau berhenti sejenak melihat setumpukan tengkorang manusia, setelah itu Sang buddha Benamaskara didepan tumpukan tulang tersebut.

    Pattidana adalah suatu tindakan atau ungkapan rasa bakti dan hormat kepada orang tua, para leluhur dan kepada sanaksaudara yang telah meninggal dunia. Mengapa Pattidana dilakukan…??? Pattidana  dilakukan karena dengan harapan agar orang yang telah meninggal tersebut mengetahui serta merasakan perbuatan baik yang telah kita lakukan dan dengan tujuan agar mereka ikut berbahagia (ber_muditacitta) atas perbuatan kebajikan yang sudah kita lakukan sehingga dg cara demikian kita akan membantu memberikan sebuah kondisi yg baik, kondisi yg membahagiakan didalam diri mereka.
    Sebelum seseorang melakukan pelimpahan jasa, seyogiyannya terlebih dahulu seseorang harus melakukan suatu tindakan/perbuatan kebajikan, barulah kemudian dari tindakan kebajikan itu dilimpahkan dikabarkan kepada mereka. Pattidana sendiri hanya bisa diterima bagi mereka yg masih terlahir dialam Paradattupajivika Peta.

Dalam hal ini mungkin banyak yg berasumsi dan beranggapan, bukannya setiap makhluk  itu memiliki, mewarisi, terlahir, terlindung dan berhubungan dengan kammanya sendiri…??? 
Jadi untuk apa melakukan Pattidana…???

   Melakukan Pattidana sebenarnya tidak ada ruginya, justru malah sebaliknya melakukan Pattidana akan menambah nilai pahala dari kebajikan yg telah kita lakukan. Proses pelimpahan penyaluran yg kita lakukan kepada mereka sama halnya dengan :
“Ketika kita mempunyai sebuah lilin kemudian lilin tersebut kita nyalakan dan setelah itu kita sulutkan lilin tersebut ke lilin yg lain, apakah cahaya penerangan lilin tadi berkurang? Tidak berkurang bukan??? Justru lilin tersebut bertambah memberikan keuntungan yg sangat besar buat lilin yg lainnya.

Jadi maksud Pattidana ini sama halnya dg sebuah nyala api lilin yg tak akan pernah berkurang cayahayanya meskipun sudah dibagi kelilin – lilin yg lainnya, demikian juga dg kebajikan yg telah kita lakukan kemudian kita llimpahkan kepada mereka, kebajikan itu sebenarnya masih tetap, tidak berkurang justru semakin bertambah.

      Karena apa??? Pengertiannya adalah kita hanyalah mengabarkan, menyampaikan, dan berbagi kebahagiaan, supaya meraka juga ikut turut merasakan kebahagiaan seperti apa yg kita rasakan, dan supaya mereka turut bermuditacitta dg tindakan baik kita, sehingga ketika mereka dalam kondisi berbahagia akan sangat membantu memicu semua kebajikan – kebajikan yg pernah mereka lakukan selama hidupnya di dunia. supaya dengan begitu mereka akan dapat terlahir kembali di alam-alam yg lebih baik.

Dalam hal ini bisa diperumpamakan dengan sebuah contoh :
Ketika seorang anak yang pergi menuntut ilmu dikota lain/ luar negri memberitakan  kabar kelulusannya kepada orangtuanya di kota kelahirannya. Mendengar kabar gembira ini, ayah dan ibunya tentunya akan merasakan kebahagiaan. Padahal apabila direnungkan, si anak yang lulus tetapi mengapa orang tuanya juga merasakan kebahagiaan? Inilah yang disebut pikiran ikut berbahagia (mudita citta) atau ikut bergembira atas kebahagiaan yang dirasakan oleh orang lain. Mudita citta adalah termasuk melakukan salah satu karma baik lewat pikiran. Oleh karena itu, kondisi demikian inilah yang dimunculkan oleh seorang umat Buddha apabila melimpahkan jasa kebaikan yang dilakukannya.

     Pattidana dilakukan sebenarnya bukan hanya pada saat ini atau diera Modren saja melainkan di zaman kehidupan Sang Buddha Gotama, Pattidana memang sudah dilakukan oleh siswa sang Buddha sejak dulu. Salah satunya adalah seorang Raja Besar di negri Magadha yaitu Raja Bimbisara, yang melakukan pelimpahan jasa ketika para sanak saudarannya yg telah meninggal meminta pertolongan dan bantuan. kemudian Raja Bimbisara menanyakan peristiwa yg dialaminya dan Sang Buddha pun menyarankan agar Raja Bimbisara melakukan kebajikan dan kemudian dilimpahkan. Sinngkat cerita, Sesudah mendengar dhamma dri Sang Bhagava Raja Bimbisara menjadi tenang, menjadi puas akan nasehat yg telah diajarkan.

Nah sekarang menurut Anda Pattidana perlu dilakuakan atau tidak semuanya kembali kepada saudara/I sekalian.



”Seperti air mengalir dari tempat yang
tinggi ke tempat yang rendah, demikian pula
hendaknya jasa yang dipersembahkan (oleh
kerabat dan keluarga) di alam manusia ini
dapat ikut dinikmati oleh para arwah (peta).
Seperti air dari sungai besar mengalir mengisi
lautan, demikian pula dengan jasa-jasa ini
dapat ikut dinikmati oleh para peta”
                                                                       
 (Tirokudda Sutta, Khuddakapatha).
By. Bhante Aggacitto